Kota Jantho aceh.sisi.or.id 2/6/2025
Di tengah hingar-bingar dinamika politik dan birokrasi di Aceh Besar, pergantian mendadak sejumlah pejabat tinggi di sektor kesehatan mengemuka, dibarengi kabar burung yang menghebohkan soal dugaan kasus hukum yang membelit dua sosok kunci. Kepala Dinas Kesehatan Aceh Besar, Anita, dan Direktur Rumah Sakit Satelit Indrapuri, Susi, tengah menjadi sorotan tajam, setelah isu penyelidikan kasus dugaan pemalsuan data dan penyimpangan pengadaan obat merebak di tengah masyarakat.
Meski demikian, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar maupun Kepolisian Daerah Aceh yang dapat mengonfirmasi status hukum kedua pejabat tersebut. Tim media ini berulang kali mencoba mengonfirmasi langsung kepada pihak Kejari maupun Polda Aceh, namun keterangan resmi belum juga diperoleh. Pihak Dinas Kesehatan dan RS Satelit yang bersangkutan pun memilih bungkam, sehingga kabar ini masih berada dalam wilayah “kabut tebal” spekulasi.
Isu hukum ini mencuat beriringan dengan keputusan Bupati Aceh Besar, H. Muharram Idris, melantik dr. Bunaiya Putra, MKM sebagai Direktur RSUD Aceh Besar yang baru, sekaligus menunjuk Neli Ulfiati, SKM.MPH sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan menggantikan Anita yang “berhalangan”. Pergantian ini seakan menjadi jawaban atas kebutuhan untuk melakukan “penyegaran” birokrasi di tengah badai masalah yang sedang mengemuka.
Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur RS Satelit merupakan dua posisi vital dalam pengelolaan pelayanan kesehatan untuk lebih dari 459 ribu warga Aceh Besar. Namun, kabar soal penyelidikan terkait pemalsuan data Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan indikasi penyimpangan dalam pengadaan obat yang menjerat kedua pejabat ini mengguncang tatanan tersebut. Dugaan yang beredar tidak hanya menyangkut kesalahan administratif, tetapi juga potensi penyalahgunaan anggaran yang bisa mengarah pada ranah pidana korupsi.
Misteri kian membesar ketika kedua pejabat yang tengah “diujung tanduk” hukum tersebut disebut sebagai andalan Penjabat Bupati Aceh Besar sebelumnya, Muhammad Iswanto. Foto pertemuan Iswanto dengan seorang anggota DPR RI dari Komisi Hukum yang tersebar di kalangan wartawan dan pemerhati politik Aceh menjadi bahan perbincangan hangat. Apakah pertemuan itu sekadar silaturahmi biasa antar sesama warga Aceh Besar, atau sebuah langkah strategis untuk mencari perlindungan hukum di tengah badai yang menimpa dua pejabat andalan tersebut?
“Saya tidak bisa memastikan apakah pertemuan itu murni silaturahmi atau ada agenda lain. Namun, dalam dinamika politik dan hukum seperti ini, setiap langkah pejabat publik pasti menyimpan makna strategis,” kata seorang mantan pejabat Aceh Besar yang enggan disebut namanya. Menurutnya, pergantian mendadak yang dilakukan Bupati Muharram Idris merupakan upaya pemerintah daerah menstabilkan situasi sekaligus mengurangi risiko negatif yang bisa memperparah krisis kepercayaan publik.
Lebih lanjut, sumber tersebut menambahkan, “Pergantian pejabat ini harus dipandang sebagai langkah preventif. Penegakan hukum harus tetap berjalan, tapi pelayanan publik terutama di bidang kesehatan tidak boleh lumpuh. Itu prioritas utama yang harus dijaga.”
Bupati H. Muharram Idris dalam kesempatan pelantikan menegaskan sektor kesehatan sebagai prioritas utama pemerintahannya, seiring dengan sektor pendidikan dan ketahanan pangan. “Kita butuh tenaga kesehatan yang berdedikasi, disiplin, dan berintegritas. Pelayanan kesehatan harus merata, terutama di kawasan pesisir dan terpencil. Setiap warga Aceh Besar berhak mendapatkan layanan kesehatan yang prima,” ujarnya.
Namun, konflik antara kebutuhan untuk mempertahankan pelayanan publik yang optimal dan tuntutan penegakan hukum yang ketat terhadap dugaan korupsi menjadi dilema tersendiri. Kasus yang tengah diselidiki oleh Kejaksaan Negeri Aceh Besar dan Polda Aceh ini menjadi ujian bagi lembaga penegak hukum dalam menegakkan keadilan tanpa pandang bulu, sekaligus bagi pemerintah daerah dalam menjaga stabilitas dan kepercayaan masyarakat.
Menurut keterangan resmi dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar, penyidikan masih berjalan dan bukti-bukti tengah dikumpulkan untuk mengungkap seluruh fakta hukum yang ada. Begitu pula Polda Aceh yang terus mendalami alur pengadaan obat di RS Satelit Indrapuri yang diduga tidak sesuai prosedur dan merugikan keuangan negara.
Masyarakat Aceh Besar tentu menaruh harapan besar agar kasus ini dapat dituntaskan secara transparan dan profesional, tanpa mengorbankan kualitas pelayanan kesehatan yang selama ini menjadi urat nadi kesejahteraan mereka. Di saat yang sama, dugaan korupsi yang membelit pejabat publik harus menjadi peringatan keras agar etika dan integritas dalam birokrasi dapat ditegakkan dengan sungguh-sungguh.
Kasus ini mengingatkan bahwa pengawasan ketat dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran publik harus menjadi prioritas mutlak. Tidak ada ruang bagi praktik korupsi yang akan membahayakan hak rakyat untuk memperoleh pelayanan dasar yang layak.
Aceh Besar kini memasuki babak baru yang sarat dengan tantangan dan harapan, antara penyegaran birokrasi, penegakan hukum, dan menjaga kualitas pelayanan publik. Gelombang pergantian pejabat yang berlangsung cepat dan kasus hukum yang menggemparkan ini menjadi titik tolak bagi seluruh pihak untuk bersama-sama membangun pemerintahan yang bersih, transparan, dan berintegritas demi masa depan Aceh Besar yang lebih baik.
(Tim Redaksi)
0 Komentar