Selamat Datang Di Website Resmi, SUARA INDEPENDEN JURNALIS INDONESIA

Bongkar Skandal, Situs Lenyap




Banda Aceh –  aceh.siji.or.id 

Situs berita pelitaaceh.co.id tak bisa diakses sejak Senin malam, 5 Mei 2025. Gangguan ini terjadi di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap serangkaian laporan investigatif yang tayang selama sebulan terakhir—mengungkap skema penyamaran sejumlah pegawai kehutanan sebagai wartawan untuk menguasai anggaran iklan pemerintah di berbagai dinas.


Laporan-laporan itu mengangkat bagaimana sejumlah pegawai kehutanan membentuk media fiktif, mencatut status wartawan bersertifikat, dan mendekati OPD dengan proposal bernuansa komersial. Tujuannya bukan untuk menjalankan fungsi kontrol pers, melainkan untuk mengeruk dana publikasi yang dialokasikan lewat mekanisme pokir dan belanja informasi.


Salah satu laporan terpopuler bertajuk “Pawang Hutan dan Wartawan Sales Iklan” menggambarkan modus penggabungan dua identitas: sebagai pegawai kehutanan yang seharusnya menjaga kawasan hutan dan kini menyamar sebagai wartawan yang bekerja layaknya sales, bukan jurnalis. Sejumlah nama disebut menggunakan kartu UKW sebagai tameng, sementara praktik jurnalismenya nihil.


Setelah tayang berturut-turut sepanjang April 2025, tekanan terhadap redaksi mulai bermunculan—baik dalam bentuk permintaan penghapusan berita maupun ancaman halus via saluran tidak resmi. Puncaknya, situs PelitaAceh.co.id tak bisa diakses dan hanya menampilkan pesan error sejak malam kemarin.


“Kami sudah prediksi hal seperti ini bisa terjadi. Selama sebulan terakhir, kami naikkan serial laporan yang menyentuh banyak kepentingan. Mulai dari dugaan pengendalian iklan, penyusupan ke ruang redaksi, sampai sindiran pada media semu,” ujar Ery Iskandar, pengelola PelitaAceh.co.id. Ia menyebut gangguan terhadap situsnya patut dicurigai sebagai sabotase.


Ery menegaskan pihaknya tak gentar dan tetap berkomitmen pada kerja-kerja jurnalistik yang berpihak pada integritas dan keterbukaan. “Kami sedang berupaya memulihkan akses situs, sembari tetap mendokumentasikan seluruh bentuk tekanan yang kami alami.”


Seorang pengamat media yang enggan disebutkan namanya menyebut fenomena ini sebagai pola baru pembungkaman. “Hari ini, tak perlu sensor keras. Cukup lumpuhkan situs, buat kesan seolah ada masalah teknis. Padahal, ini bentuk baru intervensi terhadap pers,” ujarnya.


Solidaritas dari komunitas pers lokal mulai bermunculan di berbagai platform. Sebagian menyuarakan keprihatinan, sebagian lain menyerukan perlawanan terhadap praktik penyalahgunaan profesi jurnalis yang justru merusak wajah pers dari dalam.

 (Hery)

0 Komentar